Minggu, 22 Agustus 2010

ORDO ORTHOPTERA

ORDO ORTHOPTERA

Orthoptera berasal dari bahasa Latin orthop = lurus, pteron = sayap yang berarti Insekta bersayap lurus. 
Ciri-ciri Ordo Orthoptera:

v  Memiliki satu pasang sayap, sayap depan lebih tebal dan sempit disebuttegmina. Sayap belakang tipis berupa selaput. Sayap digunakan sebagai penggerak pada waktu terbang, setelah meloncat dengan tungkai belakangnya yang lebih kuat dan besar.
v  Hewan jantan mengerik dengan menggunakan tungkai belakangnya pada ujung sayap depan, untuk menarik betina atau mengusir saingannya.
v  Hewan betinanya mempunyai ovipositor pendek dan dapat digunakan untuk meletakkan telur.
v  Tipe mulutnya menggigit.

Saat ini resistensi akibat penggunaan insektisida sintetik menjadi masalah utama di bidang pertanian. Hal ini mendorong diaplikasikannya pengendalian hama terpadu diantaranya melalui metode pengendalian secara biologis. Salah satu agensia hayati yang diketahui berpotensi besar dalam mengendalikan populasi hama adalah Metarhizium anisopliae. Jamur entomopatogen ini yang dikenal sebagai musuh alami serangga.
Dalam upaya pengembangan M. anisopliae varietas lokal sebagai pengendali hama dibutuhkan informasi mengenai patogenesitasnya dan respon pertahanan serangga hama dari serangan patogen. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian patogenesitas M. anisopliae dan respon imun Oxya japonica (Orthoptera : Acrididae) terhadap infeksi M.anisopliae. Penelitian yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu dosis infeksi. Hasil penelitian diketahui infeksi M. anisopliae mengakibatkan mortalitas terhadap O. japonica, namun dosis infeksi tidak berpengaruh terhadap tingkat mortalitas. Seluruh taraf dosis infeksi yang diaplikasi (1.5 x 102, 1.5 x 103, 1.5 x 104, 1.5 x 105 spora/ekor) mengakibatkan mortalitas 100%. Dosis infeksi diketahui berpengaruh secara nyata terhadap rata-rata waktu kematian O. japonica (P<0.05), yaitu waktu kematian paling singkat terjadi pada infeksi dosis tertinggi.
Melalui pengamatan sayatan histologis diketahui, perkembangan infeksi jamur mengakibatkan degradasi kutikula pada daerah penetrasi hifa. Perkembangan hifa dan miselium dalam hemosol mengakibatkan kerusakan struktur dan jaringan dalam hemosol. Infeksi M. anisopliae berpengaruh terhadap sistem pertahanan seluler dan humoral O.japonica. Tingkat dosis infeksi tidak berpengaruh terhadap perubahan jumlah hemosit,namun berpengaruh terhadap kecepatan penurunan jumlah hemosit dan perubahan persentase Granulosit - Plasmatosit. Persentase Granulosit meningkat pada 0 jam – 12 jam, selanjutnya menurun pada 12 jam - 24 jam dan 48 jam. Persentase Plasmatosit menurun pada 0 jam – 12 jam dan meningkat pada 12 jam – 24 jam dan 48 jam. Infeksi M. anisopliae berpengaruh secara nyata terhadap respon imun humoral pada O. japonica yang ditunjukkan melalui terjadinya peningkatan unit aktivitas phenoloksidase (P<0.05).

MARFOLOGI ORDO SERANGGA,ORDO ORTHOPTERA(BANGSA BELALANG)
Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.

Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
-  Kecoa (Periplaneta sp.)
-  Belalang sembah/mantis(Otomantis sp.)
-  Belalang kayu (Valanganigricornis Drum.

Jenis-jenis serangga dapat dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya. Dengan tipe alat mulut tertentu, perusakan tanaman oleh serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala serangan akan memepermudah untuk mengetahui jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai di lapangan. Gejala kerusakan dalam bentuk intensitas serangan hama dapat juga digunakan untuk menduga tingkat populasi hama di lapangan.
Berdasarkan cara merusak dan tipe gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah dan hama penggorok (miner).

TAKTIK PENGENDALIAN
Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi.
Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf (1975) dan Matsumura (1980) yang terdiri dari :
1.    Pengendalian secara mekanik
2.    Pengendalian secara fisik
4.    Pengendalian dengan varietas tahan
5.    Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam
6.    Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi
7.    Pengendalian kimiawi



A.   PENGENDALIAN MEKANIK
Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual.
Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.
Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama dilakukan di Indonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat-ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian dibakar atau dimusnahkan. Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di Jawa) untuk mencari ulat penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan mengiris sedikit demi sedikit pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan.Lelesan dilakukan oleh petani kopi untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang terserang oleh bubuk kopi (Hypotheneemus hampei)

B.   PENGENDALIAN FISIK
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup.
Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.
Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara-cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga. Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih lama.

C.    PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh-musuh alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen-agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.
Dua jenis organisme yang digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga dan tunggau adalah parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari organisme yang dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau sebagian waktu dalam siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang. Umumnya parsit merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis parasit dari anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh inang dan setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang baru untuk meletakkan telurnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar