Minggu, 22 Agustus 2010

Pre Proposal Skripsi

PENDAHULUAN

A.               Latar Belakang Masalah
Dewasa ini permasalahan globalisasi menjadi wacana dan perhatian khusus hampir dari seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat global, nasional, maupun lokal. Kondisi bangsa-bangsa yang ada di seluruh dunia ini berada di multi krisis, khususnya bangsa Indonesia yang yang dihadapkan dengan berbagai permasalah global, seperti masalah ekonomi, politik, budaya, sosial, agama, pertahanan dan keamanan. Namun dalam hal ini yang patut untuk mendapat sorotan penting adalah masalah krisis ekonomi global.
Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat sulit bagi setiap manusia, karena masalah ekonomi menyangkut pada hajat hidup orang banyak. Krisis ekonomi global tahun 2008 hingga tahun 2009 dimulai dari krisis finansial yang terjadi pada negara Amerika yang mempengaruhi negara-negara lain yang banyak menggunakan mata uang tersebut dalam berbagai kegiatan termasuk kegiatan ekspor-impor internasional. Salah satu dari Negara itu adalah Indonesia.
Negara Indonesia adalah Negara pertanian yang berarti bahwa 75% dari penduduknya mayoritas menggantungkan hidupnya dalam sektor pertanian. Dapat dikatakan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam sistem perekonomian masyarakat Indonesia. Mengingat pentingnya peranan pertanian dalam sistem perekonomian negara, maka pemerintah berusaha melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dengan berbagai kebijakan yang berorientasi pada pembangun pertanian.
Dalam hal ini kegiatan pengelolaan pertanian akan bergantung pada keadaan pasar global. Jika keadaan pasar tidak stabil maka akan terjadi fluktuasi yang berdampak terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani. Tekanan krisis ekonomi global dirasakan oleh petani perkebunan di Indonesia, terutama karena memang produk perkebunan cenderung berorientasi ekspor-impor dan harganya tergantung pada pasar internasional. Fluktuasi harga yang cenderung menurun pada beberapa jenis komoditi pertanian seperti produk Kelapa Sawit, Karet, Coklat, Rotan dan lainnya merupakan permasalahan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat petani.
Kelapa sawit adalah salah satu kegiatan pertanian yang berorientasi ekspor-impor. Kelapa sawit merupakan jenis tanaman perkebunan yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai salah satu kebutuhan pokok yang menghasilkan produksi seperti minyak goring, sabun dan sebagainya. Karena sifatnya yang penting bagi kebutuhan pokok, maka masyarakat memerlukan produksi Kelapa Sawit dalam jumlah yang besar agar kebutuhan mereka terhadap manfaat Kelapa Sawit dapat tercukupi. Perkebunan kelapa sawit dapat memberikan jumlah pendapatan yang tinggi bahkan lebih tinggi bagi masyarakat petani Kelapa Sawit tergantung luas perkebunan sawitnya. Keadaan ini yang menyebabkan sebagian masyarakat banyak mengalihkan pengelolaan pertaniannya untuk menanam Kelapa Sawit.
Perkebunan Kelapa Sawit yang juga merupakan jenis tanaman ekspor turut merasakan dampak dari krisis ekonomi global. Dampak langsung terhadap petani sawit atas krisis ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga industry minyak Kelapa Sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi suplay atas permintaan minyak Kelapa Sawit yang menurun. Penurunan atas permintaan Kelapa Sawit mengakibatkan harga mnyak Kelapa Sawit turun karena daya beli dan permintaan cenderung berkurang, artinya perusahaan tidak mau membeli TBS ( Tandan Buah Segar ) dari petani Kelapa Sawit dengan harga tinggi. Untuk menjaga suplay, mereka cenderung mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti perusahaan mereka. Hal ini mengakibatkan harga TBS di tingkat petani mengalami penurunan yang sangat siknifikan.
Korban yang paling dirugikan adalah petani itu sendiri, padahal sebelumnya mereka bias sedikit menikmati manisnya harga minyak sawit. Berdasarkan laporan data harga ekspor dari kantor pemasaran bersama ( joint market office ) PT.Perkebunan Nusantara, harga komoditas ekspot sawit yang diupdate pada tgl 20 Oktober 2008 menunjukkan harga sawit pada titik terendah mencapai Rp.80/kg. Data ini di dapat dari laporan harga yang ada di beberapa daerah di Indonesia seperti: Provinsi Jambi, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Kasus serupa terjadi juga pada daerah Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar bahwa harga Kelapa sawit mengalami penurunan yang sangat derastis seperti di daerah Petapahan Kecamatan Tapung, akibat anjloknya harga TBS ( Tandan Buah Segar ) kemaren, para petani sawit ini menjadi frustasi. Bahkan, banyak diantara petani sawit ini yang akhirnya menelantarkan kebunnya. Menurut Sekretaris Jendral Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia ( APKASINDO ), Asmar Arsyad, petani memang lebih rentan terimbas penurunan harga, sebab petani berada di posisi paling bawah pada mata rantai industry sawit.
Berdasarkan  latar belakang diatas saya akan melakukan penelitian dengan mengambil judul “Analisis Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Pendapatan Petani Kelapa Sawit di Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar”.

B.                Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang di kemukakan pada latar belakang di atas,maka dapat di rumuskan masalah permasalahan dampak yang  di timbulkan akibat krisis ekonomi global terhadap pendapatan petani kelapa sawit di Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar perlu di lihat dan di kaji:
  1. Bagaimanakah dampak yang di timbulkan akibat krisis ekonomi global terhadap petani kelapa sawit di Kecamatan Tapung.
  2. Berapakah biaya pendapatan dan efisiensi selama krisis ekonomi global di Kecamatan Tapung.
  3. Bagaimanakah produktifitas petani kelapan sawit pada saat krisi ekonomi global di Kecamatan Tapung.

C.               Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan krisis ekonomi global dan bagaimana cara menanggulanginya.
2.      Untuk menganalsis biaya tetap dan biaya tidak tetap, pendapatan kotor dan pendapatan bersih, serta efisiensi pada saat krisis melanda di Kecamatan Tapung.
3.      Untuk menganalisis produktifitas petani kelapa sawit pada saat krisis di Kecamatan Tapung.




Penelitian ini di harapkan bermanfaat dalam memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
  1.     Bagi pengusaha dan petani, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha Kelapa Sawit dan damak-damak yang di timbulkan.
  2.      Bagi pemerintah penelitian ini dapat menjadi acuan untuk mengusahakan usaha Kelapa Sawit dan untuk menetapkan pertimbangan dan kebijakan yang terkait dengan dampak krisis ekonomi global.
  3.      Bagi penulis dapat bermanfaat dalam hal mengaplikasikan ilmu yang telah di pelajari di fakultas pertanian program setudi agribisinis, khususnya mengenai dampak krisi ekonomi global.


FAKTOR PEMBATAS, HUKUM DAN TOLERANSI

FAKTOR PEMBATAS, HUKUM DAN TOLERANSI

Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini , sehingga hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.

Ada dua hukum yang berkenaan dengan faktor lingkungan sebagai faktor pembatas bagi organisme , yaitu Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleransi Shelford. Hukum Minimum Liebig menyatakan bahwa pertumbuhan suatu tanaman akan ditentukan oleh unsur hara esensial yang berada dalam jumlah minimum kritis, jadi pertumbuhan tanaman tidak ditentukan oleh unsur hara esensial yang jumlahnya paling sedikit. Dengan demikian unsur hara ini dikatakan sebagai faktor pembatas karena dapat membatasi pertumbuhan tanaman.

Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu janis organisme mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang mampu diterimanya, diantara kedua harga ekstrim tersebut merupakan kisaran toleransi dan didalamnya terdapat sebuah kondisi yang optimum. Dengan demikian setiap organisme hanya mampu hidup pada tempat-tempat tertentu saja, yaitu tempat yang cocok yang dapat diterimanya.
Diluar daerah tersebut organisme tidak dapat bertahan hidup dan disebut daerah yang tidak toleran.
Meskipun Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleran shelford pada dasarnya benar namun hukum ini masih terlalu kaku, sehingga kedua hukum tersebut digabungkan menjadi konsep faktor pembatas. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana. Organisme di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam pertumbuhan dan penyebaran jenis.

Di dalam hukum toleransi Shelford dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup itu akan berada dalam keadaan tertekan (stress), sehingga apabila melampaui batas itu yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas toleransi maksimum, maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut.

Untuk menyatakan derajat toleransi sering dipakai istilah steno untuk sempit dan euri untuk luas. Cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting untuk daratan, sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor lingkungan yang penting untuk lautan. Semua faktor fisik alami tidak hanya merupakan faktor pembatas dalam arti yang merugikan akan tetapi juga merupakan faktor pengatur dalam arti yang menguntungkan sehingga komunitas selalu dalam keadaan keseimbangan atau homeostatis.



Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas, Lingkungan Mikro dan Indikator Ekologi

             Lingkungan mikro merupakan suatu habitat organisme yang mempunyai hubungan faktor-faktor fisiknya dengan lingkungan sekitar yang banyak dipengaruhi oleh iklim mikro dan perbedaan topografi. Perbedaan iklim mikro ini dapat menghasilkan komunitas yang berbeda. Suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah. Karena suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah, maka sebaliknya dapat ditentukan keadaan lingkungan fisik dari organisme yang ditemukan pada suatu daerah. Organisme inilah yang disebut indikator ekologi (indikator biologi). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan indikator biologi adalah:
a        umumnya organisme steno, yang merupakan indikator yang lebih baik dari pada organisme euri. Jenis tanaman indikator ini sering bukan merupakan organisme yang terbanyak dalam suatu komunitas.
b        spesies atau jenis yang besar umumnya merupakan indikator yang lebih baik dari pada spesies yang kecil, karena spesies dengan anggota organisme yang besar mempunyai biomassa yang besar pada umumnya lebih stabil. Juga karena turnover rate organisme kecil sekarang yang ada/hidup mungkin besok sudah tidak ada/mati. Oleh karena itu, tidak ada spesies algae yang dipakai sebagai indikator ekologi.
c         sebelum yakin terhadap satu spesies atau kelompok spesies yang akan digunakan sebagai indikator, seharusnya kelimpahannya di alam telah diketahui terlebih dahulu.
d       semakin banyak hubungan antarspesies, populasi atau komunitas seringkali menjadi faktor yang semakin baik apabila dibandingkan dengan menggunakan satu spesies.


Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme secara umum adalah :
1.      Cahaya Matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.

2.      Suhu Udara
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplai air.

3.      Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.

4.      Ketinggian Tempat
Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu udara semakin rendah.

5.      Kuat arus
Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya.

Faktor pembatas dalam ekosistem perairan sungai adalah :
§      Cahaya matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.
§      Air.
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.
§      Suhu.
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suatu sampai tingkat minimal, sehingga perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dari pada di udara. Sifat yang terpenting adalah : panas jenis, panas fusi, dan panas evaporasi.
§      Kejernihan
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering kali penting sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktifitas.
§      Arus
Air cukup “padat”, maka arah arus amat penting sebagai faktor pembatasan, terutama pada aliran air. Disamping itu, arus sering kali amat menentukan distribusi gas yang fital, garam dan organisme yang kecil. Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya.
§      Zona air deras
Daerah yang airnya dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh berbagai bentos yang telah beradapatasi khusus misalnya derter.
§      Zona air tenang
Bagian air yang dalam dimana kecepatan arus suda berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak tidak sesuai dengan bentos tetapi sesuai untuk penggali nekton dan plankton.




KESIMPULAN
§       Setiap organisme keberadaanya, pertumbuhan, dan distribusinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan
§      Faktor pembatas dalam ekosistem perairan sungai antara lain : cahaya matahari, air, suhu, kejernihan dan kuat arus.


DAFTAR PUSTAKA
·         Odum, eugene,P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi, edisi ketiga, Yogyakarta ; Universitas. Gajah Mada Press
·         Odum, howard, T. 1992. Ekologi sistem, Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press
·         Polunin, nicholas. 1997. Teori ekosistem dan penerapannya. Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press
Susatyo, ari. 2003. Petunjuk praktikum ekologi. Semarang ; IKIP PGRI Semarang

PLANNING KEGIATAN USAHA BUDIDAYA IKAN LELE

BAB I
PENDAHULUAN
PLANNING KEGIATAN USAHA BUDIDAYA IKAN LELE

1.   Latar Belakang

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah diBudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan :
1) dapat diBudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
2) teknologi Budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat,
3) pemasarannya relatif mudah dan
4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.

Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m - 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air Budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila Budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan Budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat. Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya. Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumur  (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yang sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yang baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut :
Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. pH air yang ideal berkisar antara 6-9. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.  Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam Budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.

2.   Jenis
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah:
Ø  Kingdom : Animalia
Ø  Sub-kingdom : Metazoa
Ø  Phyllum : Chordata
Ø  Sub-phyllum : Vertebrata
Ø  Klas : Pisces
Ø  Sub-klas : Teleostei
Ø  Ordo : Ostariophysi
Ø  Sub-ordo : Siluroidea
Ø  Familia : Clariidae
Ø  Genus : Clarias

Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:
  1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
  2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih (Padang).
  3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
  4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
  5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
  6. Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat fish, berasal dari Afrika.

3.   Manfaat
  1. Sebagai bahan makanan
  2. Ikan lele dari jenis C. batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan pajangan atau ikan hias.
  3. Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele.
  4. Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah dan lain-lain.

4.         Persyaratan Lokasi
  1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
  2. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
  3. Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.
  4. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
  5. Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
  6. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20°C, dengan suhu optimal antara 25-28°C. Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30°C dan untuk pemijahan 24-28 ° C.
  7. Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup,sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.
  8. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, ataumengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan ikan.
  9. Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
  10. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.
  11. Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm; turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60 cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO2 kurang dari 12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.
Persyaratan untuk pemeliharaan ikan lele di keramba :
  1. Sungai atau saluran irigasi tidak curam, mudah dikunjungi/dikontrol.
  2. Dekat dengan rumah pemeliharaannya.
  3. Lebar sungai atau saluran irigasi antara 3-5 meter.
  4. Sungai atau saluran irigasi tidak berbatu-batu, sehingga keramba mudah dipasang.
  5. Kedalaman air 30-60 cm.


BAB II
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

A. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Dalam pembuatan kolam pemeliharaan ikan lele sebaiknya ukurannya tidak terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan. Bentuk dan ukuran kolam pemeliharaan bervariasi, tergantung selera pemilik dan lokasinya. Tetapi sebaiknya bagian dasar dan dinding kolam dibuat permanen. Pada minggu ke 1-6 air harus dalam keadaan jernih kolam, bebas dari pencemaran maupun fitoplankton. Ikan pada usia 7-9 minggu kejernihan airnya harus dipertahankan. Pada minggu 10, air dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan. Kekeruhan menunjukkan kadar bahan padat yang melayang dalam air (plankton). Alat untuk mengukur kekeruhan air disebut secchi. Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia lele (minggu) sesuai angka secchi :
v  Usia 10-15 minggu, angka secchi = 30-50
v  Usia 16-19 minggu, angka secchi = 30-40
v  Usia 20-24 minggu, angka secchi = 30

B. Penyiapan Bibit
v  Menyiapkan Bibit
v  Pemilihan Induk
1. Ciri-ciri induk lele jantan:
a         Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
b        Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
c         Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
d        Gerakannya ele lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress).
e         Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina.
f         Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
g        Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.

2. Ciri-ciri induk lele betina
a         Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
b        Warna kulit dada agak terang.
c         Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval(bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
d        Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
e         Perutnya lebih gembung dan lunak.
f         Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur).
3. Syarat induk lele yang baik:
a         Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.
b        Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.
c         Berat badannya berkisar antara 100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.
d        Bentuk badan simetris, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
e         Umur induk jantan di atas tujuh bulan, sedangkan induk betina berumur satu tahun.
f         Frekuensi pemijahan bisa satu bula sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein.
4. Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.
5. Perawatan induk lele:
a         Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan (pellet). Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relative tinggi, yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan.
b        Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.
c         Setelah benih berumur seminggu, induk betina dipisahkan, sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur 2 minggu.
d        Segera pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
e         Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
6.Pemijahan Tradisional
·         Pemijahan di Kolam Pemijahan
·         Kolam induk:
·         Kolam dapat berupa tanah seluruhnya  atau tembok sebagian dengan dasar tanah.
·         Luas bervariasi, minimal 50 m2.
·         Kolam terdiri dari 2 bagian, yaitu bagiandangkal (70%) dan bagian dalam (kubangan) 30 % dari luas kolam.

Kubangan ada di bagian tengah kolam dengan kedalaman 50-60 cm, berfungsi untuk bersembunyi induk, bila kolam disurutkan airnya.
  • Pada sisi-sisi kolam ada sarang peneluran dengan ukuran 30x30x25 cm3, dari tembok yang dasarnya dilengkapi saluran pengeluaran dari pipa paralon diamneter 1 inchi untuk keluarnya banih ke kolam pendederan.
  • Setiap sarang peneluran mempunyai satu lubang yang dibuat dari pipa paralon (PVC) ukuran ± 4 inchi untuk masuknyainduk-induk lele.
  • Jarak antar sarang peneluran ± 1 m.
  • Kolam dikapur merata, lalu tebarkan pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak
  • 500-750 gram/m2. Airi kolam sampai batas kubangan, biarkan selama 4 hari. Kolam Rotifera (cacing bersel tunggal):
  • Letak kolam rotifera di bagian atas dari kolam induk berfungi untuk
  • menumbuhkan makanan alami ikan (rotifera).
  • Kolam rotifera dihubungkan ke kolam induk dengan pipa paralon untuk mengalirkan rotifera.
o  Kolam rotifera diberi pupuk organic untuk memenuhi persyaratan tumbuhnya
rotifera.
o   Luas kolam ± 10 m2.
Pemijahan:
@ Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersedia dan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau satu pasang per sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah satu).
@ Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.
@ Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan .
@ Biarkan sampai 10 hari.
@ Setelah induk dalam kolam selama 10 hari, air dalam kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10 hari. Pada saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
@ Benih lele dikeluarkan dari sarnag ke kolam pendederan dengan cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih dialirkan melalui pipa pengeluaran.
@ Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara intensif, ukuran benih 1-2 cm, dengan kepadatan 60 -100 ekor/m2.
@ Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele. Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam hari.

  
7.Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Berpasangan
@ Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2 m dan tinggi 0,6 m.
@ Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu ukuran 25 x 40x30 cm tanpa dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas diberi lubang dan diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian depan kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi gelap.
@ Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari tumpukan batu bata atau ember plastic atau barang bekas lain yang memungkinkan.
@ Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan kerikil untuk menempatkan telur hasil pemijahan.
@ Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan formalin 40% atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas lagi dengan air bersih dan keringkan.
Pemijahan:
@ Tebarkan I (satu) pasang induk dalam satu bak setelah bak diisi air setinggi ± 25 cm. Sebaiknya airnya mengalir. Penebaran dilakukan pada jam 14.00–16.00.
@ Biarkan induk selama 5-10 hari, beri makanan yang intensif. Setelah ± 10 hari, diharapkan sepasang induk ini telah memijah, bertelur dan dalam waktu 24 jam telur- Telur telah menetas. Telur-telur yang baik adalah yang berwarna kuning cerah.
@ Beri makanan anak-anak lele yang masih kecil (stadium larva) tersebut berupa kutu air atau anak nyamuk dan setelah agak besar dapat diberi cacing dan telur rebus.
8.Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Masal
@ Buat bak dari semen seluas 20 m2 atau 50 m2, ukuran 2x10 m2 atau 5x10 m2.
@ Di luar bak, menempel dinding bak dibuat sarang pemijahan ukuran 30x30x30 cm3, yang dilengkapi dengan saluran pengeluaran benih dari paralon  (PVC) berdiameter 1 inchi. Setiap sarang dibuatkan satu lubang dari paralon berdiameter 4 inchi.
@ Dasar sarang pemijahan diberi ijuk dan kerikil untuk tempat menempel telur hasil pemijahan.
@ Sebelum digunakan, bak dikeringkan dan dibilas dengan larutan desinfektan atau formalin, lalu dibilas dengan air bersih; kemudian keringkan.
Pemijahan:
@ Tebarkan induk lele yang terpilih (matang telur) dalam bak pembenihan sebanyak 2xjumlah sarang , induk jantan sama banyaknya dengan induk betina atau dapat pula ditebarkan 25-50 pasang untuk bak seluas 50 m2 (5x10 m2), setelah bak pembenihan diairi setinggi 1m.
@ Setelah 10 hari induk dalam bak, surutkan air sampai ketinggian 50- 60cm, induk beri makan secara intensif.
@ Sepuluh hari kemudian, air dalam bak dinaikkan sampai di atas lubang sarang sehingga air dalam sarang mencapai ketinggian 20-25 cm.
@ Saat air ditinggikan diharapkan indukinduk berpasangan masuk sarang pemijahan, memijah dan bertelur.
@ Biarkan sampai ± 10 hari.
@ Sepuluh hari kemudian air disurutkan lagi, dan diperkirakan telur-telur dalamsarang pemijahan telah menetas dan menjadi benih lele.
@ Benih lele dikeluarkan melalui saluran pengeluaran benih untuk didederkan di kolam pendederan.

Pemijahan Buatan
Cara ini disebut Induced Breeding atau hypophysasi yakni merangsang ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormon ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormone gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin:
@ Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).
@ Mendorong nafsu sex (libido)


C.    Perlakuan dan Perawatan Bibit
Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus, halus, dan licin, sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air. Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang pralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.tatacaranya adalah :
@ Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air dipasang saringan yang dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam. Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastic berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
@ Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran dihubungkan dengan pipa plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.
@ Minggu ketiga, benih dipindahkan ke kolam pendederan yang lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.
@ Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.

D.  Penjarangan:
Dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah lebih  besar, sehingga volume ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan :
@ kan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka.
@ Terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar). 
@ Suasana kolam tidak sehat oleh menumpuknya CO2 dan NH3, dan O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele terhambat.


v  Cara penjarangan pada benih ikan lele :
·         Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2
·         Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2
·         Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2

E.  Pemberian Pakan:
Hari pertama sampai ketiga, benih lele mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
1. Hari keempat sampai minggu kedua diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam 4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air. Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir, benih lele harus dikenalkan dengan makanan dalam bentuk tepung yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton. Makanan yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran kuning telur, tepung udang dan sedikit bubur nestum.
2. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
3. Minggu keempat dan kelima diberi pakan sebanyak 32% x biomassa setiap hari.
4. Minggu kelima diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
5. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
6. Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.

F.    Pengepakan dan pengangkutan benih
Cara tertutup:
·         Kantong plastik yang kuat diisi air bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik dikeluarkan. O2 dari tabung dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam plastik 1/3–1/4 bagian. Ujung plastic segera diikat rapat.
·         Plastik berisi benih lele dimasukkan dalam kardus atau peti supaya tidak mudah pecah.


v  Cara terbuka dilakukan bila jarak tidak terlalu jauh:
·         Benih lele dilaparkan terlebih dahulu agar selama pengangkutan, air tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk pengangkutan lebih dari 5 jam).
·         Tempat lele diisi dengan air bersih, kemudian benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung ukurannya. Benih ukuran 10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal 10.000/m3 atau 10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang teduh.

G.   Pemeliharaan Pembesaran
a. Pemupukan
         1.         Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele.
         2.         Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m 2 . Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m 2 , dan amonium nitrat 15 gram/m 2 . Selanjutnya dibiarkan selama 3 hari.
         3.         Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.
         4.         Secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.


b. Pemberian Pakan
1. Makanan Alami Ikan Lele
  • Makanan alamiah yang berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air.
  • Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
  • Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein.
  • Ikan lele juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.

2. Makanan Tambahan
  • Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.
  • Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).

3. Makanan Buatan (Pellet)
  • Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang tanah=18,00; tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00; vitamin=1,00; mineral=0,500;

HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama dan Penyakit
1. Hama pada lele adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan lele.
2. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang lele antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air, ikan gabus dan belut.
3. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif tidak banyak diserang hama. Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.

Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla dan Pseudomonas hydrophylla Bentuk bakteri ini seperti batang dengan polar flage (cambuk yang terletak di ujung batang), dan cambuk ini digunakan untuk bergerak, berukuran 0,7–0,8 x 1–1,5 mikron. Gejala: iwarna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan, bernafas megap-megap di permukaan air. Pengendalian: memelihara lingkungan perairan agar tetap bersih, termasukkualitas air. Pengobatan melalui makanan antara lain:
1)      Terramycine dengan dosis 50 mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7–10 hari berturut-turut. (2) Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.
2)      Penyakit Tuberculosis Penyebab: bakteri Mycobacterium fortoitum). Gejala: tubuh ikan berwarna gelap, perut bengkak (karena tubercle/bintilbintil pada hati, ginjal, dan limpa). Posisi berdiri di permukaan air, berputar-putar atau miring-miring, bintik putih di sekitar mulut dan sirip. Pengendalian: memperbaiki kualitas air dan lingkungan kolam. Pengobatan: dengan Terramycin dicampur dengan makanan 5–7,5 gram/100 kg ikan/hari selama 5–15 hari.
3)      Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia. Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau ikan yang kondisinya lemah. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas. Pengendalian: benih gelondongan dan ikan dewasa direndam pada Malachyte Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam Malachyte Green Oxalate 0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm selama 15 menit.
4)      Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis Penyebab: parasit dari golongan Ciliata, bentuknya bulat, kadang-kadang amuboid, mempunyai inti berbentuk tapal kuda, disebut Ichthyophthirius multifilis.
Gejala:
  1. ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di permukaan air;
  2. terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan insang;
  3. ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding kolam. Pengendalian: air harus dijaga kualitas dan kuantitasnya. Pengobatan: dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi pada campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green Oxalate 0,1 gram/m3 selama 12–24 jam, kemudian ikan diberi air yang segar. Pengobatan diulang setelah 3 hari.
5. Penyakit Cacing Trematoda
Penyebab: cacing kecil Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Cacing
Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan cacing
Gyrodactylus menyerang kulit dan sirip. Gejala: insang yang
dirusak menjadi luka-luka, kemudian timbul pendarahan yang
akibatnya pernafasan terganggu.
Pengendalian:
o   direndam Formalin 250 cc/m 3 air selama 15 menit;
o   Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam;
o   mencelupkan tubuh ikan ke dalam larutan Kalium -Permanganat (KMnO4) 0,01% selama ± 30 menit;
o   memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit;
o   dapat juga memakai larutan NH4OH 0,5% selama ± 10 menit.
6. Parasit Hirudinae
Penyebab: lintah Hirudinae, cacing berwarna merah kecoklatan.
Gejala: pertumbuhannya lambat, karena darah terhisap oleh
parasit, sehingga menyebabkan anemia/kurang darah. Pengendalian: selalu diamati pada saat mengurangi padat tebar dan dengan larutan Diterex 0,5 ppm.
2. Hama Kolam/Tambak Apabila lele menunjukkan tanda-tanda sakit, harus dikontrol faktor
penyebabnya, kemudian kondisi tersebut harus segera diubah, misalnya :
1.      Bila suhu terlalu tinggi, kolam diberi peneduh sementara dan air diganti dengan yang suhunya lebih dingin.
2.      Bila pH terlalu rendah, diberi larutan kapur 10 gram/100 l air.
3. Bila kandungan gas-gas beracun (H2S, CO2), maka air harus segera diganti.
4. Bila makanan kurang, harus ditambah dosis makanannya.


BAB III
PANEN

1. Penangkapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan:
  1. Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktuwaktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
  2. Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram per ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm.
  3. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan.
  4. Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
  5. Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
  6. Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap.
7. Setelah dipanen, piaralah dulu lele tersebut di dalam tong/bak/hapa selama 1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang.
8. Lakukanlah penimbangan secepat mungkin dan cukup satu kali.

2. Pembersihan
Setelah ikan lele dipanen, kolam harus dibersihkan dengan cara:
1. Kolam dibersihkan dengan cara menyiramkan/memasukkan larutan kapur sebanyak 20-200 gram/m 2 pada dinding kolam sampai rata.
2. Penyiraman dilanjutkan dengan larutan formalin 40% atau larutan permanganat kalikus (PK) dengan cara yang sama.
3. Kolam dibilas dengan air bersih dan dipanaskan atau dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk membunuh penyakit yang ada di kolam.

PASCAPANEN
1. Setelah dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul kepalanya memakai muntu atau kayu.
2. Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat menyebabkan daging terasa pahit.
3. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan.


BAB IV
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

Analisis Pesaing
Pesaing
Banyaknya petani yang memBudidayakan lele di daerah yogyakarta tidak membuat kami pesimis karena faktanya lele yang dikonsumsi sehari-hari masih disuplay dari luar yogyakarta sehingga suplay dari yogyakarta sendiri masih kurang.

Resiko atau Hambatan
Resiko yang dipertimbangkan dalam memulai dan mengembangkan usaha ini adalah :
·         Hama penyakit yang ada ketika Budidaya berlangsung.
·         tingkat mortalitas yang tinggi.

Kedua resiko ini dapat diminimalisir dengan cara perawatan yang baik dan benar oleh ahlinya.
Analisi Swot
·         Kelebihan
1. Masih tingginya permintaan pasar terhadap lele terlihat dari mahalnya harga lele di pasar.
2. Masih impornya perikanan jogja terutama lele dari luar kota
3. Murahnya harga pekerja dan tanah di wilayah jogja.
·         Kekurangan
1. Jauhnya jarak antara tengkulak dengan tambak menambah biaya transportasi.
2. Angka penyusutan penjualan yang dikarenakan jauhnya jarak ke tengkulak sehingga banyaknya lele yang mati membuat pengurangan nilai produksi.
·         Ruang kesempatan yang tersedia
1. Banyaknya penjual lele di pasar menjadi nilai tambah karena berarti lele masih mudah dalam pemasaran.
2. Belum banyaknya pengembangan hasil produk pakan berbahan dasar lele menjadi wilayah olah sendiri.

·         Ancaman dan penanggulangannya
1. Banjir menjadi ancaman besar terhadap segala jenis tambak tidak terkecuali lele. Untuk itu sudah jelas pastialah kami mencari lahan yang aman dari banjir.
2. Hama seperti luak dan ular menjadi penting untuk di khawatirkan karena dapat menurunkan jumlah produksi. Untuk itu kami menanggulanginya dari membuat pagar hingga mengadakan jebakan guna mengurangi jumlah kerugian yang dihasilkan karena kemungkinan terserang oleh hama ini.
3. Penyakit juga biasa meyerang perikanan. Untuk itu kami menganggap penting untuk menganalisis kualitas air dan kemungkinan tumbuhnya penyakit dikarenakan adanya bibit2 penyakit, juga persiapan lahan yang matang menjadi salah ssatu faktor penekatan terhadap penyerangan penyakit ini. Kami juga mengadakan pemeriksaan rutin terhadap lele dikarenakan kemungkinan terserang wabah juga besar sehingga penting untuk segera ditanggulangi
·         Analisis pengembangan
1. Dikarenakan masih sangat tingginya permintaan pasar terhadap lele sehingga untuk pengembangan lahan dalam jumlah besarpun masih dirasa memungkinkan jika hanya mengincar pasar yang sudah ada. Seperti misalanya diciptakannya frencise peternakan lele yang nantinya kita hanya bermodalkan bibit yang kita produksi sendiri sehingga kita dapat menjual hasil bibit, peralatan dan pangan terhadap orang yang mengikuti frencise kita.
2. Menciptakan pasar sendiri juga dinilai penting guna melewati batas equlibrium penjualan dengan cara mengolah hasil pembudidayaan jadi produk olahan yang dapat dikonsumsi secara instan yang tenaga ahlinya diambil dari Universitas Gadjah Mada seperti tim ahli pembudidayaan yang juga kami ambil dari universitas tersebut.
3. Menciptakan momentum dan prestis dari produk lele juga menjadi marketing dari hasil olah lele sehingga terttancap pada benak mereka bahwa suatu kebanggaan atau kebiasaan merngonsumsi lele pada waktu tertentu tentunya dalam pengolahan produk lele berbentuk lain.

Analisis Keuangan
Modal
Ada dua jenis pengeluaran dalam bisnis lele, biaya awal dan biaya operasional. Perincian biaya awal dan biaya operasional antara lain sebagai berikut:
-Biaya Awal
Biaya awal adalah biaya yang hanya dikeluarkan satu kali, perinciannya sebahai berikut:
No
Nama
quantity
satuan
harga satuan
Total
1
Sewa
1
tahun
IDR 2,500,000.00
IDR         2,500,000.00
2
Peralatan
1
set
IDR  100,000.00
IDR             100,000.00
3
lele Indukan
2
set
IDR  700,000.00
IDR         1,400,000.00
4
Laboratorium
6
sample
IDR    15,000.00
IDR               90,000.00
5
Pagar, pipa paralon dan Jembatan
1
set
IDR 2,000,000.00
IDR         2,000,000.00
Jumlah
IDR  6,090,000.00

            - Biaya Operasional  
Biaya operasional dibagi menjadi 2 yaitu biaya operasional awal dan biaya operasional berjalan. Pada masa pembesaran membutuhkan biaya operasional awal dan biaya operasional berjalan, sedangkan pada masa peternakan hanya biaya operasional berjalan (lihat
No
Nama
quantity
satuan
harga satuan
Total
Biaya operasi awal




1
lele pembesaran
72000
ekor
 IDR              250.00
 IDR           18,000,000.00
Biaya operasi berjalan




1
upah pekerja
2
bulan
 IDR      600,000.00
 IDR              1,200,000.00
2
kapur
2
sak
 IDR           4,000.00
 IDR                      8,000.00
3
garam
25
kg
 IDR           1,000.00
 IDR                   25,000.00
4
pupuk
64
kg
 IDR        10,000.00
 IDR                 640,000.00
5
pelet
188
sak
 IDR      200,000.00
 IDR           37,600,000.00
Jumlah
 IDR 57,473,000.00 
Sehingga modal yang dibutukan meliputi:
            Biaya Awal + Biaya Operasional = Modal
            IDR 6,090,000.00 + IDR 57,473,000.00 = IDR 63,563,000.00

Keuntungan
Dari investasi awal tersebut maka dapat dihitung cash flow (dengan asumsi bahwa minimal lele panen 5 kali dalam setahun dan jumlah tingkat kehidupan hanya 70% yang nantinya dapat kami tekan hingga dibawah 8% karena kami memiliki sumberdaya yang mendukung)
Bibit
Tingkat kehidupan
Jumlah 7 lele per kg
Harga/Kg
Total
72000
70%
0,142857142857
IDR  11.000,-
IDR     79,200,000.00

Maka Keuntungan bersih yang didapat pada panen pertama adalah
 = Keuntungan – modal awal
         = IDR 79,200,000.00 - IDR 63,563,000.00 
= IDR 15,637,000.00
Jadi terlihat pada panen pertama saja kita sudah dapat balik modal dan bahkan sudah memiliki keuntungan sebesar = IDR 15,637,000.00

Pada panen kedua dan ketiga keuntungan bersih yang didapat persekali panen adalah
 = Keuntungan – Biaya operasional total
         = IDR 79,200,000.00 – IDR 57,473,000.00
= IDR 21,727,000.00
            Keuntungan bersih yang didapat pada periode panen kedua dan ketiga adalah sama yakni sebesar = IDR 21,727,000.00/panen.

Pada panen keempat dan kelima keuntungan bersih yang didapat persekali panen adalah
= Keuntungan – Biaya operasional total
         = IDR 79,200,000.00 – IDR 39,473,000.00
= IDR 39,727,000.00
Keuntungan bersih yang didapat pada periode panen keempat dan kelima adalah sama yakni sebesar = IDR 39,727,000.00/panen.
Sehingga keuntungan bersih sebelum zakat pertahun adalah akumulasi keuntungan bersih pada:
= Panen Pertama + Panen Kedua + Panen Ketiga + Panen Keempat + Panen Kelima
= IDR 15,637,000.00+IDR 21,727,000.00+IDR 21,727,000.00+IDR 39,727,000.00+ IDR 39,727,000.00
= IDR 138,545,000.00

Karena kami menggunakan syariah sebagai perhitungan ekonominya sehingga wajib dikenakan zakat pertanian sebesar 10%  (dalam bentuk hasil panen) sehingga perhitungan keuntungan bersih setelah zakat menjadi sebagai berikut
= Keuntungan – zakat pertanian (10%)
= IDR 138,545,000.00 – IDR 13,854,500.00
= IDR 124,690,500.00

Keuntungan ini merupakan perhitungan minimal karena kita menghitung tingkat Mortalitas (kematian) sebesar 30 %, pada kenyataannya mortalitas dapat diminimalisir sampai 8 %.

Profit Sharing
Pembagian hasil antara pengelola dengan investor adalah 60 : 40 
Perbandingan ini lebih besar dari perbandingan yang dikepuarkan BI untuk system syariah sebesar 65 : 35 sehingga lebih menguntungan investor dibandingan dengan investasi syariah konvesional
  
Jadi, Investor mendapatkan keuntungan setiap = IDR 1,000,000.00 sebesar = IDR 784,673.47 setiap tahunnya sehingga dana yang dikembalikan kepada investor jika investor tidak mau memperpanjang kontraknya sebesar = IDR 1,748,600.00 (dengan pembulatan sebesar = IDR 73.47 yang akan diakumulasikan dengan yang lain dan hasilnya akan disumbangkan keorang yang membutuhkan). Keuntungan yang diberikan kepada investor sudah dipotong zakat pertanian sebesar 10% dan investor masih harus membayarkan zakat harta kepada orang-orang yang membutuhkan sebesar 2.5% yang akan dibayarkan investor masing-masing.